Sekapur Sirih
Welcome to my Blog!
Saya Mukti Yulianto, seorang penulis, apoteker dan pecinta alam.
When I'm not working, I'm blogging :-)
Categories
Pengikut
Copyright
© 2014 by Mukti Yulianto.
Terimakasih atas kunjungannya. Mohon kritikan dan sarannya. Jika ada yang bermanfaat, silahkan dishare.
Sabtu, 12 Mei 2012
Tertawa yang wajar itu laksana ‘balsem’ bagi kegalauan dan ‘salep’ bagi kesedihan. Pemgaruhnya sangat kuat sekali untuk membuat jiwa bergenbira dan hati berbahagia. Bahkan, karena itu Abu Darda’ sempat berkata, “sesungguhnya aku akan tertawa untuk membahagiakan hatiku. Dan Rasulullah s.a.w. sendiri sesekali tertawa hingga gerahamnya. Begitulah tertawanya orang-orang yang berakal dan mengerti tentang penyakit jiwa serta pengobatannya.”
Tertawa merupakan puncak kegembiraan, titik tertinggi keceriaan, dan ujung rasa suka cita. Namun, yang demikian itu adalah tertawa yang tidak berlebihan sebagaimana dikatakan dalam pepatah,”Janganlah engkau banyak tertawa, sebab banyak tertawa itu mematikan hati.” Yakni, tertawalah sewajarnya saja sebagaimana dikatakan juga dalam pepatah yang berbunyi,”Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.” Bahkan, tertawalah sabagaimana Nabi Sulaiman ketika,
{… ia tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu.} (Q.S. An-Naml: 19),
Janganlah tertawa sinis dan sombong sebagaimana dilakukan orang-orang kafir,
{… tatkala dia dating kepada mereka dengan membawa mukjizat-mikjizat
Kami dengan serta merta mereka menertawakannya.} (Q.S. Az-Zukhruf: 47)
Dan salah satu nikmat Allah yang diberikan kepada penghun surge adalah tertawa.
{Maka pada hari iini orang –orang yan beriman menertawakan orang-orang kafir.} (Q.S. Al-Muthaffifin: 34)
Orang Arab senang memuki orang yang murah senyum dan selalu tampak ceria. Menurut mereka, perangai yang demikian itu merupakan pertanda kelapangan dada, kedermawanan sifat, kemurahan hati, kewibaan pernagai, dan ketanggapan pikiran.
Wajah nan berseri tanda suka memberi,
Dan, tentu bersuka cita saat dipinta.
Dalam kitab “Harim”, Zuher bersyair,
Kau melihatnya senantiasa gembira saat kau datang,
Seolah engkau memberinya apa yang engkau minta padanya
Pada dasarnya, Islam sendiri dibangun atas dasar prinsip-prinsip keseimbangan dan kemoderatan, baik dalam hal akidah, ibadah, akhlak maupun tingkah laku, maka dari itu, Islam tak mengenal kemuraman yang menakutkan, dan tertawa lepas yang tak beraturan. Akan tetapi sebaliknya Islam senantiasa mengarkan kesungguhan yang penuh wibwa dan ringan langkah yang terarah.
Abu Tamam mengatakan,
“Demi jiwaku yang bapakku menebusnya untukku,
ia laksana pagi yang diharapkan dan bintang yang dinantikan.
Canda kadang menjadi serius,
namun hidup tanpa canda jadi kering kerontang.”
Muram durja dan muka masam adalah cermin dari jiwa yang galau, pikiran yang kacau, dan kepala yang rancau balau. Dan,
{Sesudah itu, dia bermuka masam dan merengut.} (Q.S. Al-Muddatsir: 22)
Wajah mereka cemberut karena sombong,
seolah mereka dilempar dengan paksa ke neraka.
Tidak seperti kaum yang bila kau jumpai bak bintang
gemintang yang jadi petunjuk pejalan malam.
Sabda Rasulullah: “Meski engkau hanya menjumpai saudaramu dengan wajah berseri.”
Dalam Faidhul Khatir, Ahmad Amin menjelaskan demikian: “Orang yang murah tersenyum dalam menjalani hidup ini bukan saja orang yang paling mampu membahagiakan diri sendiri. Tetapi juga orang yang peing mampu berbuat, orang yang paling sanggup memikul tanggung jawab, orang yang paling tangguh menghadapi kesulitan dan memecahkan persoalan, serta orang yang paling dapat menciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain.”
Andai saja saya disuruh memilih antara harta yang banyak atau kedudukan yang tinggi dengan jiwa yang tentram, damai dan selalu tersenyum, pastilah aku memilih yang kedua. Sebab, apa artinya harta yang banyak bila wajah selalu cemberut? Apa artinya kedudukan bila jiwa selalu cemas? Apa artinya semua yang ada di dunia ini, bila perasaan selalu seperti orang yang usai mengantar jenazah kekasihnya? Apa arti kecantikan seorang istri jika selalu cemberut dan hanya membuat rumah tangga menjadi neraka saja? Tentu saja, seorang isteri yang tidak terlalu cantik akan seribu kali lebih baik jika dapat menjadikan rumah tangga senantiasa laksana surga yang menyejukkan setiap saat.
Senyuman tak aka nada harganya bila tidak terbit dari hati yang tulus dan tabiat dasar seorang manusia. Setiap bunga tersenyum, hutan tersenyum, sungai dan laut juga tersenyum. Langit, bintang-gemintang dan burung-burung, semuanya tersenyum. Dan manusia, sesuai watak dasarnya adalah makhluk yang suka tersenyum. Itu bila dalam dirnya tidak bercokol penyakit tamak, jahat, dan egoism yang selalu membuat rona wajah tampak selalu kusut dan cemberut. Adapun bila ketiga hal itu meliputi seseorang, niscay ia akan menjelma sebagai manusia yang selalu mengingkari keindahan alam semesta.
Artinya, orang yang selalu bermuram durja dan pekat jiwanya tak akan pernah melihat keindahan dunia ini sedikitpun. Ia juga tak akan mampu melihat hakekat atau kebenaran dikarenakan kekotoran hatinya. Betapapun, setiap manusia akan melihat dunia ini melalui perbuatan, pikiran,
Dan dorongan hidupnya. Yakni, bila amal perbuatannnya baik, pikirannya bersih dan motivasi hidupnya suci, maka kacamata yang akan dia gunakan untuk melihat dunia ini pun akan bersih. Dan karena itu, ia akan melihat dunia ini tampak sangat indah mempesona. Namun, bila tidak demikian, maka kacamata yang akan ia gunakan melihat dunia ini tampak serba hitam dan pekat.
Ada jiwa-jiwa yang dapat membuat setiap hal terasa berat dan sengsara. Tapi, ada pula jiwa-jiwa yang mampu membuat setiap hal menjadi sumber kebahagiaan. Konon, ada seorang wanita yang di ruamhnya selalu melihat segala sesuatu salah di matanya. Akibatnya,sepanjang hari ia merasa dalam gelap gulita; hanya karena sebuah piring pecah, makanan keasinan karena terlalu banyak garam, atau kakinya menginjak sobekan kertas di dalam kamar, ia soantak berteriak dan memaki siapa dan apa saja yang ada di ruamhnya. Hal ini seperti sangat berbahaya sebagaimana percikan api yang setiap saat melahap apa saja yang ada di depannya.
Ada pula seorang laki-laki yang acapkali membuat hidupnya dan orang-orang di sekelilingnya terasa berat dan sengsara hanya dikarenakan dirinya salah dalam memahami atau megartikan maksud perkataan orang lain, perkara atau ksalahan sepele yang terjadi pada dirinya, keuntungan kecil yang tak berhasil diraihnya, atau dikarenakan oleh sebuah keuntungan kecil yang tidak sesuai dengan harapannya. Begitulah ia memandang dunia ini; semua terasa gelap. Ironisnya, ia pun akan membuat semua itu terasa gelap pula oleh orang lain di sekitarnya. Dan orang-orang seperti ini sangat mudah mendramatisir suatu keburukan; sebuah biji kesalahan ia besar-besarkan hingga tampak sebesar kubah, dan setangkai benih kesulitan dapat terasa seperti sebatang pohon kesengsaraan. Maka dari itu, mereka pun tidak puas dan senang dengan sebanyak apapun pemberian yang pernah ia terima.
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
0 komentar:
Posting Komentar