Sekapur Sirih

Welcome to my Blog!
Saya Mukti Yulianto, seorang penulis, apoteker dan pecinta alam.

When I'm not working, I'm blogging :-)

Follow Me

Subscribeto blog
Follow me onTwitter
Add myFacebook

Archive

Pengikut

Copyright


© 2014 by Mukti Yulianto.

Terimakasih atas kunjungannya. Mohon kritikan dan sarannya. Jika ada yang bermanfaat, silahkan dishare.

Selasa, 11 September 2012
Hiduplah dengan Cinta kepada Alam
Nun,di sebuah hutan belantara tumbuhlah sebatang pohon yang memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan jutaan pohon yang lainnya. Ia memiliki batang yang sangat lurus dan tegak, akarnya yang kukuh, serta aroma khasnya yang harum, semerbak, memenuhi seluruh isi hutan. Sehingga tidaklah menjadi hairan, ramai sekali para pencari kayu bakar yang merasa tertarik kepada pohon itu. Bahkan ramai yang berniat baik untuk turut memelihara keindahan pohon itu. Dengan senang hati mereka membiarkan pohon tersebut tetap tumbuh.
Sering kali mereka menyempatkan diri untuk menyiraminya dengan air yang diperoleh dari lubuk bening di pinggir hutan. Semua itu mereka lakukan dengan penuh harap agar suatu saat kelak, di alam yang mulai penuh dengan kerosakkan ini, Sang Pohon Cantik akan tumbuh dengan sejuta pesona. Memberikan warna perubahan bagi siapa saja, untuk lebih mencintai lingkungan mereka dan berhenti membuat kerosakan.
Sementara bagi para penebang pohon yang liar, keberadaan pohon cantik itu sangatlah mengganggu. Mereka sedar, apabila pohon tersebut tumbuh dengan baik, maka akan banyak perhatian yang akan tertuju kepada hutan itu. Perhatian yang tentu saja membuat langkah mereka semakin sulit dalam membuat kerosakan di dalam hutan itu. Para penebang pohon yang liar itu berikrar, mereka akan memindahkan pohon cantik itu ke halaman rumah-rumah mereka. Tetapi kalau tujuan itu tidak tercapai, maka mematikan pohon itu adalah cara terbaik yang harus mereka tempuh.
Beruntung, pohon cantik tersebut mendapat penjagaan yang sangat rapi dari para pencari kayu bakar yang baik hati. Mereka secara bergiliran mengiring berjalan dengan sangat waspada agar pertumbuhan Sang Pohon terjaga . Selain itu, pohon tersebut rupanya memiliki akar yang dapat menumbuh dengan cepat. Sehingga sari-sari makanan yang ada dalam tanah dapat diserap dengan baik. Demikian juga dengan air yang ada, dapat digunakan oleh Sang Pohon untuk menampung kehidupannya.
Dipendekkan cerita,pohon tersebut telah tumbuh besar, daunnya yang rimbun menghijau membuat mata tak lelah untuk memandang, dari dahan-dahannya lahir wangian semerbak harum yang menyeliputi seluruh hutan, dan satu lagi, pohon cantik tersebut memiliki buah yang sangat manis. Selain dapat menghilangkan dahaga, juga dapat mengenyangkan para penikmatnya. Terasalah berkah Sang Pencipta bagi para pencari kayu bakar, meskipun para penebang pohon yang liar masih saja mencari helah untuk selalu menghapuskan pohon itu.
Namun, demikianlah kudrat keberadaan setiap makhluk yang hidup dan tumbuh di atas muka bumi ini, tak satupun yang abadi! Tak terkecuali dengan keadaan pohon cantik yang disanjung para pencari kayu bakar dan seluruh penghuni hutan. Pada suatu petang, ketika langit mulai gelap, angin pun kencang berhembus. Pucuk pohon cantik bergoyang dengan hebatnya. Ia sekuat tenaga mengimbangi keadaan yang mana pada bila-bila masa boleh menumbangkannya. Sang Pucuk terus bergerak, awalnya hanya berniat untuk mempertahankan diri dari keadaan alam yang ia hadapi.
Tetapi lama-kelamaan ia sedar, bahwa sebenarnya ia dapat mengatasi sepenuhnya serangan angin tersebut. Ia yakin benar telah ditampung oleh akar yang kuat, dan dahan-dahan yang kukuh, serta dedaunan yang dapat menahan laju dan kencangnya angin dengan sempurna. Kerana keyakinannya itulah tiba-tiba ia membuat sebuah gerakan yang tidak disangka-sangka oleh Sang Akar, yang sekuat tenaga mencengkam tanah.
Sang Pucuk menari, bukan hanya mengikut arah angin, namun terkadang ia membuat gerakan yang membingungkan Sang Akar dalam mempertahankan keseimbangannya. Dan, Sang Akar pun mengeluarkan bantahannya; “Hai, pucuk. Berhentilah menari! Aku bingung melihatmu!” “Kenapa mesti bingung, Akar? Aku tahu benar situasi yang ada. Ikut sajalah!” “Bagaimana aku hendak mengikuti tarianmu, kalau kamu susah diikuti” “Percayalah, akar. Aku diatas mampu melihat semuanya. Bukan hanya batang, daun, dan kau akarku sendiri. Tetapi jarak puluhan batu di sekeliling kita pun dapat aku lihat dengan jelas” “Hai, apa salahnya aku mengingatkanmu, pucuk?” “Kau salah akar, harusnya kau ikut saja apa kataku. Kerana posisimu di bawah, dan kau tidak tahu apa-apa tentang dunia ini!”
“Aduhai…angkuh nian kau, pucuk! Kalaulah tak ada aku, mana mungkin kau dapat berdiri dan berada di atas sana!” “Sudahlah, kenapa kalian malah bertengkar, hah?!” Sang Daun menegahi suasana yang semakin panas. “Kerana dia mulai merasa angkuh, daun!” akar mengarahkan serabut akarnya kepada Sang Pucuk. “Apa urusanmu, akar?! Ikuti sajalah kataku, dan kau akan selamat” “Apakah kalian lupa, hah? Kalian itu saling memerlukan! Tidak akan ada kehidupan kalau tidak aku, kau, dan si akar itu. Sedarlah, saudaraku! kawanku!” Sang Daun kembali berkata-kata dengan perasaan yang sedih kerana pertelingkahan saudaranya sendiri.
Perdebatan demi perdebatan terus bergulir di antara keduanya. Sang Pucuk tidak merasa harus mengalah sedikit pun terhadap Sang Akar. Ia merasa bahawa ialah segalanya, dialah ketua kerana berada di tempat yang paling atas. Ia merasa ditakdirkan Tuhan untuk berada di atas dengan segala penglihatannya yang luas akan dunia ini. Ia merasa Tuhan telah memberikan kekuasaan mutlak kepadanya untuk berbuat sesuka hati. Sementara, Sang Akar merasa kecewa, Sang Pucuk telah mengambil langkah yang keliru dalam melaksanakan upaya menjaga kelangsungan hidup seluruh bagian pohon tersebut. Dan, Sang Daun yang berusaha meleraikan perdebatan itu pun tak berdaya menenangkan keduanya, meski ia tak pernah merasa lelah untuk mendamaikan perseteruan dua saudara satu tubuh itu.
Waktu yang digariskan mungkin saja telah tiba, kerana perdebatan yang berlarutan itu, Sang Akar bermalas-malasan untuk menyerap air dan zat-zat yang dibutuhkannya. Demikian juga Sang Daun, kerana kelelahan melerai perdebatan kedua saudaranya, ia lupa untuk mengolah makanan meskipun matahari terus bersinar sepanjang hari. Dan, Sang Pucuk rupanya semakin terlena. Ia tidak menyadari dua saudara dibawahnya sudah mengalami gangguan. Ia tetap berlenggok mengikuti arah angin dengan irama yang menghiburkan hatinya. Hingga tibalah saat di mana angin justeru berhembus dengan sangat perlahan.
Sang Pucuk terlena kerana desirnya, ia merasa ngantuk dan ia biarkan gerakannya yang tidak beraturan, dan ia pun mulai terpejam. Terlelap dalam tidur yang tidak disedarinya, dan angin datang menyerang. Tubuhnya terkulai. Sang Daun yang lapar tidak berdaya menahan tubuh Sang Pucuk yang datang tiba-tiba. Ia ikut terjatuh. Sementara di bawah, Sang Akar yang bermalas-malasan tidak lagi memiliki cengkaman yang kuat terhadap tanah di sekelilingnya. Sang Akar tidak berkuasa menahan tubuh kedua saudaranya yang terjatuh lebih dulu. Ia tercabut, bercerai-berai.
Beginilah akhirnya kisah pohon cantik,sebuah cerita yang menyedihkan.Para pencari kayu bakar yang baik hati bermuram durja, sementara para penebang liar bergelak tawa, “Tak perlu kita robohkan, kawan. Mereka roboh sendiri kerana permusuhan…!! ” “O, bahkan tak perlu angin yang kencang rupanya…….kasihan betul…..” demikianlah kata penebang pohon yang liar.
Dari sini saudara-saudaraku dapatkah kita mengambil sedikit iktibar dari cerita ini?
Marilah kita jauhi permusuhan yang meleraikan silaturrahim antara kita,
janganlah berdendam kerana dendam itu tidak membawa kedamaian..
saling hormat menghormati dan bersatu padulah kita agar syiar Islam dapat diteruskan dan digemilangkan.. dan agar kita tetap menjadi orang yang beriman..
InsyaAllah..

‘Perumpamaan orang beriman yang berkasih sayang, dan saling rahmat merahmati dan di dalam kemesraan sesama mereka adalah seperti satu tubuh, apabila satu anggota mengadu sakit, maka seluruh tubuh akan turut merasainya.’
Semoga Bermanfaat…

0 komentar: